Minggu, 09 Desember 2018


MAKALAH PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA PRODUK SARDEN PT MAYA FOOD INDUSTRIES













Disusun Oleh
NAMA     : NIA INDAH FARADILLA
NPM        : 24417483
KELAS    : 2IC03







JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2018


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Meningkatnya jumlah industri besar di Pekalongan mengakibatkan kemajuanperekonomian masyarakat di kota tersebut. Beberapa industri besar tersebut bergerak dibidang perikanan. Jumlah industri besar di Pekalongan mengakibatkan volume pencemaran air semakin besar seperti sungai Sragi, Sengkarang,Pekalongan dan Meduni. Meningkatnya pencemaran perairan disebabkan karena sebagian besar unit usaha perikanan di kota Pekalongan langsung membuang sisa produk perikanan ke badan air terdekat. Industri tersebut hanya sebagian kecil yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk mengurangi konsentrasi bahan pencemar berbahaya sebelum dibuang ke badan air. Bahan pencemar berbahaya yang meningkat di perairan, akan membuat banyak masalah seperti rusaknya ekosistem perairan sungai, punahnya beberapa spesies ikan ekonomi di perairan sungai, serta minimnya ketersediaan air bersih untuk konsumsi masyarakat kota Pekalongan.
Instalasi pengolahan air limbah merupakan kegiatan operasional yang tersusun secara sistematis dalam beberapa tahapan untuk melakukan pemurnian limbah cair sebelum dibuang ke badan air setempat. Pemurnian air bertujuan untuk memisahkan padatan yang tersuspensi dalam air limbah industri. Padatan tersebut harus dipisahkan karena mengandung bahan organik yang memerlukan waktu lama untuk diuraikan. Selain itu, terdapat beberapa bahan anorganik yang dalam jumlah banyak akan bersifat toksik pada lingkungan perairan seperti ammonia, sulfat, fosfor, karbondioksida. Pada umumnya, pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan metode fisika, kimia dan biologi. Metode fisika, dapat dilakukan dengan teknik filtrasi atau pengendapan untuk memisahkan antara padatan dan cairan pada air limbah. Metode biologi, umumnya menggunakan proses anaerob atau proses aerob untuk meningkatkan aktifitas bakteri pembusuk yang akan menguraikan bahan organik menjadi bahan anorganik. Metode kimia dilakukan dengan pemberian oksigen atau bahan kimia seperti ferosulfat atau tawas.
Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sangat menguntungkan bagi pihak perusahaan dan masyarakat sekitar tidak merasa dirugikan. Pencemaran perairan dapat dihindari sehingga ketersediaan air bersih untuk konsumsi masyarakat tetap terjaga dengan baik. Disamping itu, perusahaan pengolahan ikan juga mendapatkan keuntungan, karena limbah ikan dapat dimanfaatkan menjadi produk baru yang dapat dipasarkan ke masyarakat sekitar, seperti tepung ikan atau minyak ikan. 


HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Pengolahan Limbah
Menurut Ginting (1992), limbah merupakan buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Jenis limbah ada beberapa macam, dari zat pembentuknya, bentuk fisiknya dan sifat berbahaya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan limbah yang mempunyai tujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatkan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan. Total limbah yang dihasilkan oleh PT Maya Food Industries Pekalongan berasal dari limbah ekonomis dan limbah non-ekonomis. Limbah ekonomis merupakan buangan yang masih dapat digunakan kembali seperti sisa potongan ikan. Sedangkan limbah non-ekonomis merupakan limbah yang tidak dapat digunakan kembali. Limbah non-ekonomis ditimbulkan dari kegiatan non-produksi seperti laboratorium, sanitasi, kamar mandi, dapur, kantor, pertamanan.

Sarana Pengolahan Air Limbah
1.         Gedung
Sarana gedung meliputi ruang staf, ruang generator dan ruang penyimpananperalatan. Ruang staf berjumlah tiga ruangan, yang berfungsi sebagai tempatpengawasan proses IPAL dan tempat istrahat bagi pekerja. Ruangan staf tersebardi tiga lokasi yaitu, bagian depan pabrik, di sebelah kiri ruang generator dan dilokasi IPAL tersebut. Ruang generator terletak di bagian depan area IPAL,sedangkan ruang peralatan yang berjumlah satu buah terletak di sebelah kananruangan staf.
2.         Bak Instalasi Pengolahan Air Limbah
PT Maya Food Industries Pekalongan, menggunakan bak beton sebagaisarana penampungan dan proses penjernihan air limbah industri. Hal tersebutdisebabkan letak geografis PT Maya Food Industries yang berada di daerah tepi

3.         Proses Pengolahan limbah cair
a.          Pretreatment
Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengurangi jumlah padatantersuspensi melalui proses penyaringan dan pengendapan sedimentation). Proses tersebut akan menurunkan kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik. Limbah cair yang berasal dari seluruh devisi akan di alirkan menuju bak penampungan limbah cair pertama. Selanjutnya, air limbah akan dipompa menujubak penampungan kedua. Ketika proses pemindahan berlangsung, limbah cairakan melewati alat penyaring (screener) sebelum mencapai bak kedua.
b.         Screener
Berfungsi untuk mengurangi jumlah padatan yang berukuran > 1,5 mm. Bilakotoran pada alat screener telah menumpuk, maka petugas IPAL akanmembersihkannya secara manual. Limbah cair dari tempat penampungan keduaakan di pompa menuju bak pengendapan. Pada proses pengendapan tersebut, tidakdiberi zat kimia tambahan untuk membantu proses penggumpalan bahan organikterlarut. Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan sedimen sekitar enam jam.Limbah yang tidak menggumpal akan dipompa menuju bak ekualisasi.
c.          Proses Ekualisasi (equalitation)
Ekualisasi bertujuan untuk menghomogenkan limbah cair agar tidakterjadi pengendapan serta menampung limbah cair. Dalam homogenisasi limbahcair agar tidak terbentuk endapan didasar kolam digunakan mixer yang terdapatdalam bak. Sirkulasi air dari bak ekualisasi menuju bak treatment berikutnya menggunakan submerble pump atau pompa celup (36 m3/jam). Pengeluaran airdari bak ekualisasi dijaga konstan selama 24 jam agar pasokan air limbah pada bak treatment selanjutnya terpenuhi. Proses tersebut dilakukan dengan cara pemompaan ke kolam selanjutnya demi menjaga volume pasokan yang masukpada proses treatment sebelum kontak dengan sistem lumpur aktif.
d.         Proses Anaerobik
Pada tahap ini terjadi proses penguraian bahan organik secara anaerobic dalam suatu wadah beton. Pemecahan bahan-bahan organik pada limbah cair dilakukan oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen pada kolam. Menurut Helard(2006), jenis bakteri yang sering digunakan pada proses anaerobik yaitu Desulfomaculum sp, Clostridium sp, Pseudomonas sp, dan Bacillus sp. Bahan organik akan terdegradasi dalam waktu tiga hari. Keaktifan bakteri anaerob dalam treatment  ditandai dengan bau air limbah yang tidak amis, keluarnya gelembung udara dari dasar kolam sebagai hasil respirasi anaerob bakteri. Apabila bakteri mengalami koleps maka akan terjadi bau yang menyengat serta munculnya endapan hitam ke permukaan air. Bau menyengat tersebut timbul karena bahan organik yang tidak diuraikan oleh mikoorganisme dalam bak anaerob. Hasil yang diharapkan pada proses ini adalah air limbah dengan nilai amoniak kurang dari 5mg/L sesuai dengan Perda Jateng (2012).
e.          Proses Aerobik
Pada tahap ini, mengacu pada penghapusan polutan organik dalam air limbah sehingga akan terjadi aktivitas aerobik yaitu pemecahan bahan-bahan organik pada limbah cair oleh bakteri yang memerlukan oksigen. Menurut Sutoro dalam Zahidah (2013), bakteri aerobik yang umum digunakan adalah Aerobactersp, Nicrobacter sp, Nitrosomonas sp, Saccaromeces C, Bacillus sp. Pada bakaerob akan terbentuk seperti lumpur di permukaan kolam. Hal tersebut terjadi karena bakteri bersifat aerob yang membutuhkan oksigen sehingga bakteri beraktifitas di permukaan untuk mengambil oksigen. Aerasi dilakukan dengan mengalirkan udara yang dihasilkan oleh aerator ke dalam pipa yang teradapat pada bak aerobik sehingga mikroorganisme dapat bekerja optimal dalam menguraibahan organik pada air limbah.
f.            Pengendapan (settling)
Settling merupakan proses mengendapnya zat yang lebih berat di dalamzat ringan, misal air dalam minyak. Pada tahap ini terjadi pemisahan antara partkel padat dan partikel cair. Hasil dari proses pengendapan (settling) dialirkan ke thickener untuk mengurangi volume lumpur sekaligus yang larut dalam limbahcair.
g.         Thickener 
Merupakan tempat penampungan lumpur hasil settling. Sedangkan tempat untuk menampung lumpur pada proses pretreatment ditempatkan pada tempat yaitu sludge drying bed. Menurut Sugiharto (1987), thickener digunakan untuk menghasilkan hasil buangan yang jernih sebelum dibuang ke badan air.
h.         Pembuangan Akhir
Advanted wetland adalah suatu lahan yang dipenuhi air untuk mendukung pertumbuhan tanaman air (Arthono, 2000). Pada tahap ini setelah proses settling selesai, air tanpa lumpur hasil settling akan dialirkan ke area advanted wetland. Pada advanted wetland terdapat berbagai jenis tanaman yang ditumbuh kandengan media kerikil, setiap tanaman memiliki tugas menyerap zat-zat tertentu. Tanaman tersebut berfungsi sebagai penyaring dan menyerap zat anorganik yangterdapat dalam air limbah. Tanaman yang digunakan antara lain tanaman melatiair, rumput gajah, reed, lidah mertua. Pada tahap ini terdapat proses tambahanberupa bak aerasi yang digunakan untuk menurunkan kadar amoniak yang masihtinggi. Air hasil advanted wetland ini akan dilepas ke sungai.PT Maya Food Industries Pekalongan melakukan pengecekan mutu airlimbah yang di lepas ke badan air setiap bulan. Pengecekan tersebut dilakukan oleh pemerintah BPPI (Badan Pemerintah dan Pengembangan Industri). Setelah pengecekan selesai dilakukan dan data laporan sudah dibuat, data laporan akan dikirim ke Dinas Lingkungan Hidup kota Pekalongan, Dinas Lingkungan Hidup provinsi Jawa Tengah serta Kementrian Lingkungan Hidup Jakarta. Dari hasil uji kualitas air buangan yang dilakukan, PT Maya Food Industries merupakan perusahaan yang telah melakukan pengolahan limbah dengan baik. Dari data yang dilaporkan, tingkat pencemaran air sangat rendah dan memenuhi standart baku mutu yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah tentang limbah industry perikanan.




Daftar Pustaka


https://www.academia.edu/16555298/pengolahan_limbah_cair_di_PT_Maya_Food_Industries

Rabu, 03 Oktober 2018



MAKALAH TENTANG PERATURAN AMDAL







ANGGOTA PENYUSUN :
1.         NIA INDAH FARADILLA
2.         CAHYO DIANTORO
3.         DICKY TRI ISWAHYUDI






KELAS 2IC03
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2018



BAB I
PENGERTIAN AMDAL

            Analisis Dampak Lingkungan adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural.
Tujuan umum AMDAL yaitu untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Selain tujuan AMDAl juga memiliki beberapa fungsi diantaranya yaitu :
1.       Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
2.       Memberi masukan untuk penyusunan desain rinci teknis dari rencana usaha atau kegiatan
3.       Sebagai scientific document dan legal document
4.       Izin kelayakan lingkungan
5.    Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan  kegiatan

        Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah :
  1. Komisi penilaian AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
  2. Pemrakarsa, orang atau badan hokum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha atau kegiatan yang akan dilaksanakan
  3. Masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL





BAB II
PERATURAN YANG MENGATUR TENTANG AMDAL

                  AMDAL diatur dalam UU No 32 Tahun 2009, AMDAL mendapat porsi yang cukup banyak dibandingkan instrumen lingkungan lainnya, dari pasal yang ada, 23 pasal diantaranya mengatur tentang AMDAL. Tetapi pengertian AMDAL pada UU No 32 Tahun 2009 berbeda dengan UU No 23 Tahun 1997, yaitu hilangnya “dampak besar”. Jika dalam UU No 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa “AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan.
            AMDAL diatur dalam beberapa peraturan, diantaranya yaitu :
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup 
  2. KepMen LH Nomor 86 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup 
  3. PerMen LH Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Pengganti KepMenLH nomor 17 Tahun 2001) 
  4. KepMen LH Nomor 30 Tahun 2001 Tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup yang Diwajibkan Menteri Negara Lingkungan Hidup 
  5. KepMen LH Nomor 02 Tahun 2000 Tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL (Juga Menyatakan Tidak Berlakunya Kepmen KLH Nomor 29 Tahun 1992 Tentang Panduan Evaluasi Dokumen ANDAL) 
  6. KepMen LH Nomor 04 Tahun 2000 Tentang Panduan Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kegiatan Pembangunan Pemukiman Terpadu 
  7. KepMen LH Nomor 05 Tahun 2000 Tentang Panduan Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kegiatan Pembangunan di Daerah Lahan Basah 
  8. KepMen LH Nomor 08 Tahun 2000 Tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup 
  9. PerMen LH Nomor 08 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Pengganti KepMenLH 09 Tahun 2000) 
  10. KepMen LH Nomor 40 Tahun 2000 Tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Pengganti KepMen LH Nomor 13 Tahun 1994) 
  11. KepMen LH Nomor 41 Tahun 2000 Tentang Pedoman Pembentukan Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota 
  12. KepMen LH Nomor 42 Tahun 2000 Tentang Susunan Keanggotaan Komisi Penilai dan Tim Teknis Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Pusat 
  13. KepMen LH Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Panduan Penyusunan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup 
  14. KepMen LH Nomor 42 Tahun 1994 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan 
  15. KepMen LH nomor 45 tahun 2005 Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) (Pengganti KepMen LH nomor 105 tahun 1997) 
  16. PerMen LH Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak Memiliki Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup 
  17. KepKa Bapedal Nomor 124 Tahun 1997 Tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan AMDAL 
  18. KepKa Bapedal Nomor 299 tahun 1996 Tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 
  19. KepKa Bapedal Nomor 56 Tahun 1994 Tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting
  20. KepKa Bapeten Nomor 3-P Tahun 1999 Tentang Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL untuk Rencana Pembangunan & Pengoperasian Reaktor Nuklir 
  21. KepKa Bapeten Nomor 04-P Tahun 1999 Tentang Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL untuk Rencana Pembangunan & Pengoperasian Instalasi 



PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
  1. Undang-undang Nomor 07 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air 
  3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002 Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum (Menggantikan PerMenkes Nomor 416 Tahun 1990 Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air: Khusus Air Minum) 
  4. PerMen LH Nomor 01 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengkajian Teknis untuk Menetapkan Kelas Air 
  5. PerMen LH Nomor 04 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi 
  6.  PerMen LH Nomor 05 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Buah-buahan dan/atau Saturan 
  7. PerMen LH Nomor 06 Tahun 2007 tentang Baku Mutu AIr Limbah bagi Usaha dan/Atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan 
  8. PerMen LH Nomor 08 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/Atau Kegiatan Industri Petrokimia Hulu 
  9. PerMen LH Nomor 09 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/Atau Kegiatan Industri Rayon 
  10. PerMen LH Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Purified Terephthalic Acid dan Poly Ethylene Terephthalate 
  11. KepMen LH Nomor 122 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas KEPMEN LH no 51 Tahun 1995 ttg Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Pupuk 
  12. KepMen LH Nomor 202 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha & atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas & atau Tembaga\ 
  13. KepMen LH Nomor 28 Tahun 2003 Tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Dari Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit 
  14. KepMen LH Nomor 29 Tahun 2003 Tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit 
  15. KepMen LH Nomor 37 tahun 2003 Tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan Dan Pengambilan Contoh Air Permukaan 
  16. KepMen LH Nomor 110 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada Sumber Air 
  17. KepMen LH Nomor 111 Tahun 2003 Tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau Sumber Air. 
  18. KepMen LH Nomor 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Kegiatan Domestik 
  19. KepMen LH Nomor 113 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara 
  20. KepMen LH Nomor 114 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pengkajian Untuk Menetapkan Kelas Air 
  21. KepMen LH Nomor 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air 
  22. KepMen LH Nomor 142 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas KepMen LH Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air Atau Sumber Air 
  23. KepMen LH Nomor 03 Tahun 1998 Tentang Baku Mutu Limbah Bagi Kawasan Industri 
  24. KepMen LH Nomor 09 Tahun 1997 Tentang Perubahan KepMen LH Nomor42/MENLH/10/1996 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi 
  25. KepMen LH Nomor 42 Tahun 1996 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi 
  26. KepMen LH Nomor 35 Tahun 1995 Tentang Program Kali Bersih (Prokasih) 
  27. KepMen LH Nomor 51 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri 
  28. KepMen LH Nomor 52 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel 
  29. KepMen LH Nomor 58 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit 
  30. PerMen LH Nomor 02 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Rumah Pemotongan Hewan 
  31. PerMen LH Nomor 04 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Penambangan Timah 
  32. PerMen LH Nomor 09 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Penambangan Nikel 
  33. PerMen LH Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Usaha Poly Vinyl Chloride 

 
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DAN GANGGUAN
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara 
  2. KepMen LH Nomor 133 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Emisi Bagi Kegiatan Industri Pupuk 
  3. KepMen LH Nomor 129 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan Atau Kegiatan Minyak Bumi dan Gas Bumi 
  4. KepMen LH Nomor 141 Tahun 2003 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi (Current Production) 
  5. KepMen LH Nomor 45 Tahun 1997 Tentang Indeks Standar Pencemar Udara 
  6. KepMen LH Nomor 15 Tahun 1996 Tentang Program Langit Biru 
  7. KepMen LH Nomor 48 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan 
  8. KepMen LH Nomor 49 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Getaran 
  9. KepMen LH Nomor 50 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebauan 
  10. KepMen LH Nomor 13 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak 
  11. PerMen LH Nomor 07 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi Ketel Uap 
  12. PerMen LH Nomor 05 Tahun 2006 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama (Pengganti KepMenLH 35 Tahun 1993) 
  13. KepMen Kesehatan Nomor 289 Tahun 2003 Tentang Prosedur Pengendalian Dampak Pencemaran Udara Akibat Kebakaran Hutan Terhadap Kesehatan 
  14. KepKa Bapedal Nomor 107 Tahun 1997 Tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara 
  15. KepKa Bapedal Nomor 205 Tahun 1996 Tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak 




PENGENDALIAN PENCEMARAN PERUSAKAN LAUT
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut 
  2. KepMen LH Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut 
  3. KepMen LH Nomor 179 Tahun 2004 Tentang Ralat Atas KEPMEN LH no 51 tahun 2004 ttg BM Air Laut 
  4. KepMen LH Nomor 200 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Kerusakan & Pedoman Penentuan Status Padang Lamun 
  5. KepMen LH Nomor 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku & Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove 
  6. KepMen LH Nomor 04 Tahun 2001 Tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang 
  7. KepMen LH Nomor 45 Tahun 1996 Tentang Program Pantai Lestari 
  8. PerMen LH Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Perizinan Pembuangan Limbah ke Laut 
  9. KepKa Bapedal Nomor 47 tahun 2001 tentang Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang 



PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH DAN LAHAN
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan Dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan Atau Lahan 
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 Tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa 
  3. KepMen LH Nomor 43 Tahun 1996 Tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Daratan 
  4. PerMen LH Nomor 07 Tahun 2006 Tentang Pengukuran Kerusakan Tanah Untuk Biomassa 
  5. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02 Tahun 2007 Tentang Larangan Ekspor Pasir, Tanah, dan Top Soil (termasuk Tanah Pucuk atau Humus) 
  6. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03 Tahun 2007 Tentang Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor Bahan Galian Golongan C Selain Pasir, Tanah dan Top Soil (Termasuk Tanah Pucuk atau Humus). 
  7. KepMen Kehutanan & Perkebunan Nomor 146 Tahun 1999 Tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Industri 
  8. KepMen Pertambangan & Energi Nomor 1211 Tahun 1995 Tentang Pencegahan & Penanggulan Perusakan & Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Pertambangan Umum 



PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun 
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun 
  3. PerMen LH Nomor 02 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis dan Persyaratan Kompetensi Pelaksanaan Retrofit dan Recycle pada Sistem Refrigerasi 
  4. KepMen LH Nomor 128 Tahun 2003 Tentang Tata Cara Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis 
  5. KepMen LH Nomor 520 Tahun 2003 Tentang Larangan Impor Limbah Bahan Berbahaya & Beracun 
  6. Per MenLH Nomor 03 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pengumpulan dan Penyimpanan Limbah B3 di Pelabuhan 
  7. KepMen ESDM Nomor 1693 Tahun 2001 Tentang Pelaksanaan Pabrikasi Pelumas & Pengolahan Pelumas Bekas serta Penetapan Mutu Pelumas 
  8. KepMen Perindustrian & Perdagangan Nomor 372 Tahun 2001 Tentang Ketentuan Pemberian Izin Usaha Industri Pabrikasi Pelumas & Pengolahan Pelumas Bekas \
  9. KepKa Bapedal Nomor 02 Tahun 1998 Tentang Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah 
  10. KepKa Bapedal Nomor 03 Tahun 1998 Tentang Penetapan Kemitraan Dalam Pengolahan Limbah B3 
  11. KepKa Bapedal Nomor 04 Tahun 1998 Tentang Penetapan Prioritas Limbah B3 
  12. KepKa Bapedal Nomor 255 Tahun 1996 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas 
  13. KepKa Bapedal Nomor 01 Tahun 1995 Tentang Tata cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3 
  14. KepKa Bapedal Nomor 02 Tahun 1995 Tentang Dokumen Limbah B3 
  15. KepKa Bapedal Nomor 03 Tahun 1995 Tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 
  16. KepKa Bapedal Nomor 04 Tahun 1995 Tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3 
  17. KepKa Bapedal Nomor 05 Tahun 1995 Tentang Simbol dan Label Limbah B3 
  18. KepKa Bapedal Nomor 68 Tahun 1994 Tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan beracun 
  19. Surat Edaran Kepala Bapedal Nomor 08/SE/02/1997 Tentang Penyerahan Minyak Pelumas Bekas 
  20. KepKa Bapeten Nomor 03 Tahun 1999 Tentang Ketentuan Keselamatan untuk Pengelolaan Limbah Radioaktif







DAFTAR PUSTAKA 


  1. https://soniasworldd.wordpress.com/2015/01/07/analisis-mengenai-dampak-lingkungan-amdal/ 
  2. https://www.academia.edu/23067829/MAKALAH_AMDAL_ANALISA_DAMPAK_LINGKUNGAN_LENGKAP
  3. http://dwisadhewo25.blogspot.com/2012/11/peraturan-pemerintah-tentang-amdal.html